Rabu, 25 Mei 2011

Renungan 6 th Gempa dan Tsunami Aceh

Hari ini, rakyat Aceh kembali menitikkan air mata. Hari ini, rakyat Aceh kembali mengenang saat-saat tragedi yang sangat dahsyat itu meluluhlantakkan tanah Serambi Mekkah. Hari ini, kita ke mesjid, mushalla dan surau-surau untuk bersama-sama mensedekahkan do'a, membaca tahlil dan berzikir kepada saudara-saudara kita yang telah mendahului untuk kembali kepada-Nya. Dan hari ini, pusara-pusara abadi tempat bersemayam para syuhada-syuhada Illahi akan kembali basah oleh linangan air mata. Kuburan massal adalah bukti bahwa betapa kecilnya kita dihadapan Allah Swt.

Tepat hari ini enam tahun yang telah silam, kita berlari, menjerit diantara gemuruhnya deru gelombang tsunami. Mengejar hamba-hamba setelah memporak-porandakan seisi tanah hitam, pohon-pohon dan rumah-rumah serta segalanya yang ada. Gempa maha keras telah menggoncangkan bumi rencong dan meruntuhkan sekian banyak bangunan sampai rata. Gempa dan tsunami di Aceh itu sangat dahsyat. Korban nyawa hingga tiga ratusan ribu jiwa melayang untuk kembali kepada Sang Khaliq saat itu juga.

Aceh menderita dan menjerit. Indonesia menangis dan dunia pun berkabung. Sungguh malapetaka besar itu datang dengan tiba-tiba tanpa isyarat apapun. Kuasa Allah Swt. tanpa bisa dibendung. Takdir memang tak ada yang tahu. Sehingga, dalam sekejab saja waktu kurang lebih dua puluh menit, Allah Swt. mengetuk kefanaan duniawi dengan menggoncangkan bumi serta menelungkupkan air laut ke darat untuk menyapunya.

Sebahagian kota Banda Aceh dan sejalur arah barat tanah Calang hingga Meulaboh, tersapu habis. Goncangan dan gelombang itu terasa sampai ke pulau Nias. Hancur berkeping-keping bagaikan sebuah gelas yang terjatuh. Manusia-manusia tercabik-cabik, dihimpit oleh kehancuran bangunan dan nafas pun terhenti untuk selamanya. Hening dan diam sejuta kata dari yang masih selamat. Seakan bukan mimpi di pagi yang baru saja lepas dari fajarnya. Allah Swt. memang telah berkehendak.

Aceh sangat malang. Dosa siapa yang telah menggores dinding-dinding Serambi Mekkah hingga Malaikat utusan Allah Swt. menjemput sebahagian ummat yang mungkin masih butuh hidup untuk beberapa waktu lagi. Bencana itu memang sudah terjadi dan telah dirasakan rakyat Aceh. Apakah sebab kelalaian kewajiban kepada-Nya telah berkalang di setiap gerak dan langkah-langkah hambanya? Apakah karena nafas yang telah diberikan-Nya kepada kita sudah jauh dari aroma syurgawi? Atau pikiran dan hati kita yang sudah lari dari wujud yang dianugerahi-Nya.

Hari ini, setelah enam tahun musibah itu, masihkah kita lupa diri dan mengabaikan firman-firman Allah Swt? Mari kembali duduk dan sujud bersimpuh kepada-Nya. Mohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan dari semua yang telah dilakukan. Jadikan peringatan-Nya sebagai hikmah untuk dapat mendekatkan kembali kepada-Nya. Gempa dan tsunami di Aceh--mungkin--merupakan satu bagian kecil dari bentuk-bentuk peringatan Allah Swt. lainnya yang tidak pernah kita tahu bagaimana wujudnya kelak.
Subhanallah, semoga jangan sempat kita merasakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar