Kamis, 17 Maret 2011

Judul: Materi Terbaru: Pintu-pintu Syirik

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sahabat sekalian yang dirahmati Allah,
Adakalanya seseorang tidak langsung syirik begitu saja, tapi mendekatinya sedikit demi sedikit. Lalu tanpa sadar, dia pun telah syirik padahal merasa dirinya telah berada pada jalur yang benar. Ada beberapa pintu yang bisa menghantarkan seseorang kepada syirik yang sebenarnya (baik kecil maupun besar). Dan ironisnya pintu-pintu itu adalah fenomena yang sangat marak terjadi di bumi ini terutama Indonesia. Agar kita terhindar dari pintu-pintu ini, maka sungguh urgen bagi kita mempelajarinya.


1. Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Nabi SAW

Nabi Muhammad saw melarang kita untuk ghuluw (berlebihan) dalam mengagungkan menyanjungnya, beliau bersabda:

"Janganlah kalian melebih-lebihkan aku, sebagaimana umat Nasrani mëlebih-lebihkan Isa bin Maryam, aku tidak lebih adalah hamba-Nya, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Qur’anul karim, saat menyanjungnya dalam maqom (kedudukan) yang paling mulia, Allah mensifatinya dengan Abdullah (hamba Allah), sebagai pengukuhan terhadap makna ini, sebagaimana firman-Nya:

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”. (QS. Al-Kahfi: 1)

Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba- Nya pada suatu malam. (QS Al-Isra’ : 1)


Rasulullah saw jika melihat atau mendengar sesuatu yang mengarah kepada ghuluw (berlebihan) pada diri beliau, maka beliau tidak segan-segan melarang orang yang mengucapkan atau melakukannya, serta mengingatkannya kepada sikap yang benar.

Sebagaimana dalam hadits:

Dan Abdillah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Saya datang bersama rombongan bani ‘Amir kepada Rasulullah saw, lalu kami berkata: “Engkau adalah sayyid (tuan) kami”. Lalu beliau bersabda: “As- Sayyid adalah Allah tabaraka wata’ala”. (HR. Abu Daud)

Dan Anas bin Malik, bahwasanya ada seseorang berkata kepada nabi Muhammad saw: “Wahai sayyid kami, anak sayyid kami, yang terbaik diantara kami, dan anak orang yang terbaik diantara kami”. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, katakan dengan perkataan kalian (sewajarnya), dan janganlah syetan memperdayakanmu, saya adalah Muhammad bin Abdullah, dan Rasul Allah, demi Allah, aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukan yang Allah berikan kepadaku “. (HR. Ahmad dan an- Nasa’i di kitab Amalil Yaumi Wal-Lailah)

Pada waktu Rasulullah saw mendengar seseorang berkata: Masya-Allah wa syi’ta (Atas kehendak Allah dan kehendakmu), beliau bersabda:

Apakah karnu menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata. (HR. Ahmad)


2. Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Orang Salih

Termasuk yang dilarang dan diperingatkan Islam adalah ghuluw kepada orang-orang shalih. Ada satu kaum ghuluw terhadap nabi Isa as, sampai-sampai menjadikannya sebagai anak Allah atau salah satu oknum dalam trinitas, bahkan sebagian lagi mengatakan: “Allah adalah Isa putra Maryam.

Kaum yang lain ghuluw terhadap pendeta dan rahib, lalu menjadikannya sebagai ‘tuhan-tuhan’ selain Allah.

Karena itu, Allah memperingatkan ghuluw ahli kitab ini dan mengecam perbuatan mereka. Allah berfirman:

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu, dan janganlah kami mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” (an-Nisa’ : 171)

Katakanlah: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (ghuluw) dengan cara tidak benar, dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus “. (QS. Al-Maidah : 77)

Syirik yang pertama kali terjadi di bumi adalah syirik kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam, penyebabnya adalah ghuluw terhadap orang-orang shalih.

Tersebut dalam Shahih Bukhari, dan Ibnu Abbas ra, dalam menceriterakan tentang ‘tuhan-tuhan’ musyrikin Makkah, tuhan-tuhan yang bernama: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.

Kata Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma:

Ini semua adalah nama orang-orang shalih dan kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam. Setelah mereka meninggal, setan menyuruh kepada mereka: “Dirikanlah pada majlis-majlis mereka patung-patung, dan bernama patung-patung itu dengan nama merekà”. Maka mereka melakukan saran setan itu, dan patung-patung itu tidak disembah. Tetapi setelah generasi mereka meninggal, dan ilmu terlupakan, patung-patung itu pun disembah”. (HR. Bukhari)

Sebagian salaf berkata: “Setelah orang-orang saleh itu mati, mereka menggantungkan sesuatu pada kuburannya, lalu membuat patungnya. Beberapa waktu kemudian, merekapun menyembahnya”.

Dan sini kita mengetahui bahwa ghuluw sebagian kaum muslimin kepada orang yang mereka yakini sebagai saleh dan wali —khususnya mereka yang memiliki cungkup dan menjadi tujuan ziarah mengarah kepada berbagai macam syirik, seperti bernadzar, menyembelih, meminta pertolongan (istighatsah), dan bersumpah dengan nama mereka Bahkan ghuluw mëreka bisa menyebabkan syirik akbar yaitu meyakini bahwa mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh di alam wujud mi, memiliki kemampuan di balik hukum kausalitas dan sunnah kauniyyah, sehingga mereka diseru (disembah) selain Allah atau bersama Allah. ini adalah dosa besar dan kesesatan yang jauh.

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar